MODEL UMUM PROSES ADOPSI INOVASI;
Adalah
Everett M. Rogers yang memperkenalkan sebuah model komunikasi yang
kemudian disebut sebagai Diffusion of Innovations model atau Model
difusi inovasi yang kemudian banyak digunakan sebagai pendekatan dalam
komunikasi pembangunan. Pada awalnya ia terinspirasi dari pemikiran
seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi
berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini menggambarkan
bagaimana inovasi diadopsi dengan menggunakan dua sumbu, sumbu pertama
menggambarkan tingkat adopsi sedangkan sumbu yang lainnya menggambarkan
dimensi waktu. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion
curve is of current importance because “most innovations have an
S-shaped rate of adoption”.
Teori Difusi Inovasi adalah teori yang menjelaskan proses suatu inovasi disampaikan melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”
Teori Difusi Inovasi adalah teori yang menjelaskan proses suatu inovasi disampaikan melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”
Berikut adalah
bagan model proses difusi inovasi menurut Everett M. Rogers
1. Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Ada beberapa sumber yang
menyebutkan tahap pengetahuan sebagai tahap “Awareness”. Tahap
ini merupakan tahap penyebaran informasi tentang inovasi baru, dan saluran yang
paling efektif untuk digunakan adalah saluran media massa. Dalam tahap ini kesadaran individu akan
mencari atau membentuk pengertian inovasi dan tentang bagaimana inovasi
tersebut berfungsi. Rogers mengatakan ada tiga macam pengetahuan yang dicari
masyarakat dalam tahapan ini, yakni:
· Kesadaran
bahwa inovasi itu ada
· Pengetahuan
akan penggunaan inovasi tersebut
· Pengetahuan
yang mendasari bagaimana fungsi inovasi tersebut bekerja
2. Tahap Persuasi
(Persuasion)
Dalam tahapan ini individu
membentuk sikap atau memiliki sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui
inovasi tersebut. Dalam tahap persuasi ini, individu akan mencari tahu lebih
dalam informasi tentang inovasi baru tersebut dan keuntungan menggunakan
informasi tersebut. Yang membuat tahapan ini berbeda dengan tahapa pengetahuan
adalah pada tahap pengetahuan yang berlangsung adalah proses memengaruhi kognitif,
sedangkan pada tahap persuasi, aktifitas mental yang terjadi alah memengaruhi
afektif. Pada tahapan ini seorang calon adopter akan lebih terlibat secara psikologis dengan
inovasi. Kepribadian dan norma-norma sosial yang dimiliki calon adopter ini akan menentukan
bagaimana ia mencari informasi, bentuk pesan yang bagaimana yang akan ia terima
dan yang tidak, dan bagaimana cara ia menafsirkan makna pesan yang ia terima
berkenaan dengan informasi tersebut. Sehingga pada tahapan ini seorang
calon adopterakan membentuk
persepsi umumnya tentang inovasi tersebut. Beberapa ciri-ciri inovasi yang
biasanya dicari pada tahapan ini adalah karekateristik inovasi yakni relative advantage, compatibility, complexity, trialability, danobservability.
3. Tahap Pengambilan Keputusan
(Decision)
Di tahapan ini individu
terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi
inovasi tersebut atau tidak sama sekali. Adopsi adalah keputusan untuk
menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara tindak yang paling baik. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi, yakni:
· Praktik
sebelumnya
· Perasaan
akan kebutuhan
· Keinovatifan
· Norma
dalam sistem sosial
Proses keputusan inovasi
memiliki beberapa tipe yakni:
a) Otoritas
adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada
dalam
posisi atasan
b) Individual
adalah keputusan dimana individu yang bersangkutan mengambil peranan dalam
pembuatannya. Keputusan individual terbagi menjadi dua macam, yakni:
1) Keputusan opsional adalah keputusan yang dibuat
oleh seseorang, terlepas dari keputusan
yang dibuat oleh anggota sistem.
2) Keputusan kolektif adalah
keputusan dibuat oleh individu melalui konsesnsus dari sebuah sistem sosial
c) Kontingen adalah keputusan untuk menerima atau
menolak inovasi setelah ada keputusan yang
mendahuluinya.
d) Konsekuensi adalah
perubahan yang terjadi pada individu atau suatu sistem sosial sebagai akibat
dari adopsi atau penolakan terhadap inovasi . Ada tiga macam konsekuensi
setelah diambilnya
sebuah keputusan, yakni:
· Konsekuensi
Dikehendaki VS Konsekuensi Tidak Dikehendaki
Konsekuensi dikehendaki dan
tidak dikehendaki bergantung kepada dampak-dampak inovasi dalam sistem sosial
berfungsi atau tidak berfungsi. Dalam kasus ini, sebuah inovasi bisa saja
dikatakan berfungsi dalam sebuah sistem sosial tetapi tidak menutup kemungkinan
bahwa sebenarnya inovasi tersebut tidak berfungsi bagi beberapa orang di dalm
sistem sosial tersebut Sebut saja revolusi industri di Inggris, akibat dari
revolusi tersebut sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemilik modal tetapi
tidak sesuai denganapa yang dikehendaki oleh tenaga kerja yang pada akhirnya
kehilangan pekerjaaan dan menjadi pengangguran.
· Konsekuensi
Langsung VS Koneskuensi Tidak Langsung
Konsekuensi yang diterima
bisa disebut konsekuensi langsung atau tidak langsung bergantung kepada apakah
perubahan-perubahan pada individu atau sistem sosial terjadi dalam respons
langsung terhadap inovasi atau sebagai hasil dari urutan kedua dari
konsekuensi. Terkadang efek atau hasil dari inovasi tidak berupa pengaruh
langsung pada pengadopsi.
· Konsekuensi Yang
Diantisipasi VS Konsekuensi Yang Tidak Diantisipasi
Tergantung kepada apakah
perubahan-perubahan diketahui atau tidak oleh para anggota sistem sosial
tersebut. Contohnya pada penggunaan internet sebagai media massa baru di
Indonesia khususnya dikalangan remaja. Umumnya, internet digunakan untuk
mendapatkan informasi yang terbaru dari segala penjuru dunia, inilah yang
disebut konsekuensi yang diantisipasi. Tetapi tanpa disadari penggunaan
internet bisa disalahgunakan, misalnya untuk mengakses hal-hal yang berbau
pornografi hal inilah yang disebut konsekuensi yang tidak diantisipasi. Remaja
menjadi mudah mendapatkan video atau gambar-gambar yang tidak pantas.
4. Tahap Pelaksanaan (Implementation)
Tahapan ini hanya akan ada
jika pada tahap sebelumnya, individu atau partisipan memilih untuk mengadopsi
inovasi baru tersebut. Dalam tahap ini, individu akan menggunakan inovasi
tersebut. Jika ditahapan sebelumnya proses yang terjadi lebih kepada mental exercise yakni berpikir
dan memutuskan, dalam tahap pelaksanaan ini proses yang terjadi lebih ke
arah perubahan tingkah laku sebagai bentuk dari penggunaan ide baru tersebut.
5. Tahap Konfirmasi (Confirmation)
Tahap terakhir ini adalah
tahapan dimana individu akan mengevaluasi dan memutuskan untuk terus
menggunakan inovasi baru tersebut atau menyudahinya. Selain itu, individu akan
mencari penguatan atas keputusan yang telah ia ambil sebelumnya. Apabila,
individu tersebut menghentikan penggunaan inovasi tersebut hal tersebut dikarenakan
oleh hal yang disebutdisenchantment discontinuance dan atau replacement discontinuance.Disenchantment discontinuance disebabkan oleh
ketidakpuasan individu terhadap inovasi tersebut sedangkan replacement discontinuancedisebabkan oleh adanya
inovasi lain yang lebih baik.
Unsur-unsur
Difusi Inovasi :
Dari
definisi yang diberikan oleh Everett M. Rogers tersebut, ada empat unsur utama
yang terjadi dalam proses difusi inovasi sebagai berikut:
1. Inovasi
Inovasi
merupakan sebuah ide, praktek,
atau objek yang dianggap sebagai suatu yang baru oleh seorang individu atau
satu unit adopsi lain. Semua inovasi memiliki komponen ide tetapi tak banyak
yang memiliki wujud fisik, ideologi misalnya. Inovasi yang tidak memliliki
wujud fisik diadopsi berupakeputusan simbolis.
Sedangkan yang memiliki wujud fisik pengadopsiannya diikuti dengan keputusan tindakan. Rogers
(1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi yang dapat memengaruhi keputusan
terhadap pengadopsian suatu inovasi meliputi:
a. Keunggulan relatif (relative advantage)
Keunggulan relatif adalah
derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik atau unggul dari yang pernah
ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise
sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif
dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
Contoh : Dalam
pembelian handphone,
penggunahandphone akan
mencari handphone yang
lebih baik dari yang ia gunakan sebelumnya. Misalnya dari penggunaan Nokia N97
berganti ke Blackberry
b. Kompatibilitas (compatibility)
Kompatibilitas
adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai
yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh,
jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana
halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
Contoh : Dalam suku
Badui dalam terdapat aturan untuk tidak menggunakan teknologi dari luar,
sehingga bentuk inovasi seperti alat-elektronik tidak mereka adopsi karena
tidak sesuai dengan norma sosial yang mereka miliki
c. Kerumitan (complexity)
Kerumitan adalah derajat
dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa
inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh
pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti
oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
Contoh : Masyarakat
pengguna PC atau notebook terbiasa
dengan penggunaan Windows yang lebih mudah dibandingkan Linux, walaupun Linux
memiliki kelebihan dibandingkan Windows tetapi karena penggunaannya lebih rumit
masih sedikit orang yang menggunakan Linux
d. Kemampuan diujicobakan (trialability)
Kemampuan untuk diujicobakan
adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu
inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih
cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus
mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Contoh
: Produk Molto Ultra Sekali Bilas cepat diterima masyarakat karena secara
langsung dapat dibandingkan dengan produk-produk sejenis lainnya.
e. Kemampuan diamati (observability)
Kemampuan untuk diamati
adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain.
Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar
kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility);
kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil
kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
2. Saluran
komunikasi
Tujuan
komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama atau yang biasa disebut mutual understanding antara dua
atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan (dalam hal ini adalah ide
baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dengan demikian diadopsinya suatu
ide baru (inovasi) dipengaruhi oleh partisipan komunikasi dan saluran
komunikasi. Saluran komunikasi dapat dikatakan memegang peranan penting dalam
proses penyebaran inovasi, karena melalui itulah inovasi dapat tersebar kepada
anggota sistem sosial.
Dalam
tahap-tahap tertentu dari proses pengambilan keputusan inovasi, suatu jenis
saluran komunikasi tertentu juga memainkan peranan lebih penting dibandingkan
dengan jenis saluran komunikasi lain. Ada dua jenis kategori saluran komunikasi
yang digunakan dalam proses difusi inovasi, yakni saluran media massa dan
saluran antarpribadi atau saluran lokal dan kosmopolit.
Saluran lokal adalah
saluran yang berasal dari sistem sosial yang sedang diselidiki. Saluran
kosmopolit adalah saluran komunikasi yang berada di luar sistem sosial yang
sedang diselidiki. Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan
lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak
dengan cepat dari satu sumber. Sedangkan saluran antarpribadi dalam proses
difusi inovasi ini melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua
atau lebih individu yang biasanya memiliki kekerabatan dekat.
Hasil
penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukan beberapa prinsip
sebagai berikut:
a. Saluran komunikasi masa
relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran antar pribadi (interpersonal) relatif lebih penting
pada tahap persuasi. Hal ini disebabkan saluran komunikasi massa dapat
membentuk awareness secara
serempak dalam waktu yang dikatakan cukup singkat dibandingkan dengen efek
komunikasi antarpribadi.
b. Saluran kosmopolit
lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran lokal relatif lebih penting
pada tahap persuasi.
c. Saluran media masa
relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran antar pribadi bagi adopter
awal (early adopter)
dibandingkan dengan adopter akhir (late
adopter). Sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, golongan adopter
awal menyukai ide-ide baru tanpa perlu persuasi yang berlebihan sehingga media
massa saja sudah cukup membuat mereka mau mengadopsi sebuah inovasi berbeda
dengan orang-orang dari golongan adopter akhir, karakteristik mereka yang
kurang menyukai risiko menyebabkan komunikasi antarpribadi yang paling bekerja
dengan baik. Mereka cenderung melihat atau berkaca pada orang-orang disekitar
mereka yang sudah menggunakan inovasi tersebut dan apabila berhasil mereka baru
mau mengikutinya.
d. Saluran kosmopolit relatif lebih penting
dibandingkan denan saluran lokal bagi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan
adopter akhir (late adopter).
Metode komunikasi massa
seperti penggunaan iklan memang dapat menyebarkan informasi tentang inovasi
baru dengan cepat tetapi hal tersebut tidak lantas dapat begitu saja membuat
inovasi baru tersebut diadopsi oleh khalayak. Hal itu dikarenakan diadopsi
tidaknya inovasi baru terkait dengan masalah resiko dan ketidakpastian.
Disinilah letak pentingnya komunikasi antarpribadi. Orang akan lebih percaya
kepada orang yang sudah dikenalnya dan dipercayai lebih awal atau orang yang
mungkin sudah berhasil mengadopsi inovasi baru itu sendiri, dan juga orang yang
memiliki kredibilitas untuk memberi saran mengenai inovasi tersebut. Hal
tersebut digambarkan oleh ilustrasi kurva dibawah ini yang menggambarkan bahwa
komunikasi interpersonal menjadi begitu sangat berpengaruh dari waktu ke waktu
dibandingkan dengan komunikasi massa.
Sumber:
www.enablingchange.com.au
Dari
hasil penelitian, banyak disebutkan bahwa saluran komunikasi media massa
akan optimal digunakan pada tahap pengetahuan dan saluran interpersonal akan
lebih optimal digunakan pada tahap persuasi. Namun pada kenyataannya, di negara
yang belum maju kekuatan komunikasi interpersonal masih dinilai lebih penting
dalam tahap pengetahuan. Hal ini disebabkan karena kurangnya media massa yang
dapat dijangkau masyarakat terutama di pedesaan, tingginya tingkat buta huruf
penduduk, dan mungkin pula disebabkan ketidakrelevanan antara isi media dengan
kebutuhan masyarakat, misalnya terlalu banyak hiburan atau hal-hal yang
sebenarnya tidak penting untuk diberitakan. Karena hal-hal tersebut, saluran
komunikasi interpersonal terutama yang bersifat kosmopolit dinilai lebih baik
dibanding saluran media massa.
Untuk
mendapatkan hasil penyebaran inovasi yang optimal, yakni memperbesar tingkat
adopsi suatu inovasi dapat dilakukan dengan pengaplikasian saluran komunikasi
yang tepat pada situasi yang tepat. Pertama, pada tahap pengetahuan hendaknya
kita menggunakan media massa untuk menyebarluaskan informasi tentang adanya
inovasi tersebut. Selanjutnya digunakan saluran komunikasi interpersonal yang
bersifat persuasif dan personal pada tahap persuasi.
3. Kurun
waktu tertentu
Waktu
merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam
proses difusi, berpengaruh dalam tiga hal, yakni:
a. Proses keputusan
inovasi, yaitu proses mental yang terjadi dimana individu mulai mengalami
tahapan menerima informasi pertama yang membentuk sikap seseorang terhadap
inovasi sampai kepada keputusan apakah individu tersebut menerima atau menolak
inovasi, hingga tahapan implementasi dan konfirmasi berkenaan dengan inovasi tersebut.
Ada
beberapa tahap dalam proses keputusan inovasi ini, yakni:
· Tahap
pengetahuan pertama terhadap inovasi
· Tahap
pembentukan sikap kepada inovasi
· Tahap
pengambilan keputusan menerima atau menolak inovasi
· Tahap
pelaksanaan inovasi
· Tahap
konfirmasi dari keputusan
b. Waktu memengaruhi difusi dalam keinovatifan
individu atau unit adopsi. Keinovatifan adalah tingkatan dimana individu
dikategorikan secara relative dalam mengadopsi sebuah ide baru dibanding anggota
suatu sistem sosial lainnya. Kategori tersebut antara lain adalah innovator, early adopter, early majority, late majority, dan laggard. Klasifikasi ini dikarenakan
dalam sebuah sistem, individu tidak akan secara serempak dalam suatu waktu
mengadopsi sebuah inovasi melainkan perlahan-lahan secara berurut. Keinovatifan
inilah yang pada akhirnya menjadi indikasi yang menunjukkan perubahan tingkah
laku individu
c. Kecepatan rata-rata adopsi ide baru dalam
sebuah sistem sangat dipengaruhi oleh dimensi waktu. Kecepatan adopsi adalah
kecepatan relative yang berkenaan dengan pengadopsian suatu inovasi oleh
anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu.
Kecepatan ini selalu diukur dengan jumlah anggota suatu sistem yang mengadopsi inovasi
dalam periode waktu tertentu.
4. Sistem
Sosial
Sangat
penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial.
Sistem sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam
suatu upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari
suatu sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan
atau sub sistem. Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial ini
dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen
perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi.
Difusi
inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat
struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu.
Berkaitan dengan hal ini, Rogers (1983) menyebutkan adanya empat faktor yang
mempengaruhi proses keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut adalah:
1) Struktur sosial (social structure)
Struktur
sosial adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Adanya
sebuah struktur dalam suatu sistem sosial memberikan suatu keteraturan dan
stabilitas perilaku setiap individu dalam suatu sistem sosial tertentu.
Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar anggota dari sistem sosial. Hal
ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada struktur oranisasi suatu perusahaan
atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur sosial dapat
memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961)
seperti dikutip oleh Rogers menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu
inovasi tanpa mengetahui struktur sosial dari adopter potensialnya, sama halnya dengan meneliti sirkulasi
darah tanpa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi dan
arteri. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea
menunjukan bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik individu
itu sendiri dan juga sistem sosial dimana individu tersebut berada.
2) Norma sistem (system norms)
Norma
adalah suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem sosial
yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem sosial.
Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide
baru. Hal ini sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility)
inovasi denan nilai atau kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial.
Jadi, derajat ketidak sesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan atau
nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu
sistem social berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.
3) Opinion Leaders
Opinion leaders dapat dikatakan
sebagai orang-orang berpengaruh, yakni orang-orang tertentu yang mampu
memengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem sosial. Dalam
kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau
sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana
perilakunya (baik mendukung atau menentang) diikuti oleh para pengikutnya.
Jadi, jelas disini bahwa orang berpengaruh memainkan peran dalam proses
keputusan inovasi.
4) Change Agent
Change agent adalah suatua bagian dari
sistem sosial yang berpengaruh terhadap sistem sosialnya. Mereka adalah
orang-orang yang mampu memengaruhi sikap orang lain untuk menerima sebuah inovasi.
Tetapichange agent bersifat
resmi atau formal, ia mendapat tugas dari kliennya untuk memengaruhi masyarakat
yang berada dalam sistem sosialnya. Change agent
atau dalam bahasia Indonesia yang biasa disebut agen perubah, biasanya
merupakan orang-orang profesional yang telah mendapatkan pendidikan atau
pelatihan tertentu untuk dapat memengaruhi sistem sosialnya. Di dalam buku
”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” yang ditulis oleh Rogers dan Shoemaker, fungsi
utama dari change agent adalah
menjadi mata rantai yang menghubungkan dua sistem sosial atau lebih. Dengan
demikian, kemampuan dan keterampilan change agent berperan besar terhadap diterima atau
ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai contoh, lemahnya pengetahuan tentang
karakteristik struktur sosial, norma dan orang kunci dalam suatu sistem sosial
(misal: suatu institusi pendidikan), memungkinkan ditolaknya suatu inovasi
walaupun secara ilmiah inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan
dengan apa yang sedang berjalan saat itu.
Ralph
Linton (1963) dalam buku ”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” melihat bahwa setiap
inovasi mempunyai tiga unsur pokok yang harus diketahui oleh change agent, yakni:
· Bentuk
yang dapat diamati langsung dalam penampilan fisik suatu inovasi
· Fungsi
inovasi tersebut bagi cara hidup anggota sistem
· Makna,
yakni perspektif subyektif dan seringkali tak disadari tentang inovasi tersebut
oleh anggota sistem sosial. Karena sifatnya subyektif, unsur makna ini lebih
sulit didifusikan daripada bentuk maupun fungsinya. Terkadang kultur penerima
cenderung menggabungkan makna inovasi itu dengan makna subyektif, sehingga
makna aslinya hilang.
5) Heterofili dan Homofili
Difusi
diidentifikasi sebagai jenis komunikasi khusus yang berhubungan dengan
penyebaran inovasi. Pada teori Two-Step Flow, opinion leader dan pengikutnya memiliki banyak kesamaan.
Hal tersebut yang dipandang dalam riset difusi sebagai homofili. Yakni,
tingkat di mana pasangan individu yang berinteraksi memiliki banyak kemiripan
sosial, contohnya keyakinan, pendidikan, nilai-nilai, status sosial dan lain
sebagainya. Lain halnya dengan heterofili, heterofili adalah tingkat di mana
pasangan individu yang berinteraksi memiliki banyak perbedaan. Persamaan dan
perbedaan ini akan berpengaruh terhadap proses difusi yang terjadi. Semakin
besar derajat kesamaannya maka semakin efektif komunikasi yang terjadi untuk
mendifusikan inovasi dan sebaliknya. Makin tinggi derajat perbedaannya semakin
banyak kemungkinan masalah yag terjadi dan menyebabkan suatu komunikasi tidak
efektif. Oleh karenanya, dalam proses difusi inovasi, penting sekali untuk
memahami betul karakteristik adopter potensialnya untuk memperkecil “heterophily”.
Sedangkan tingkat adopsi ditentukan dari ciri-ciri inovasi sebagai berikut:
- keuntungan relative (relative advantage), dimana inovasi memberi keuntungan lebih dari inovasi sebelumnya
- Kesesuaian (compatibility), dimana inovasi memiliki kesesuaian dengan nilai-niali yang berlaku
- Kerumitan (complexity), dimana inovasi dirasakan sukar untuk dimengerti atau dipergunakan
- Kemungkinan dicoba (trialability), dimana inovasi dapat dieksperimentasikan pada landasan yang terbatas
- Kemungkinan diamati (observability), dimana inovasi dapat disaksikan oleh orang lain.
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah (change agents).
Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:
1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi
2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik
3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
Secara sederhana, teori ini diterapkan dalam kegiatan pelaksanaan kebijakan baru seperti konversi minyak tanah ke gas. Pemerintah sangat aktif mensosialisasikan betapa bermanfaatnya peralihan penggunaan bahan bakar ini bahkan menyediakan tabung gas berukuran 3,5 kg dengan harga terjangkau. Akan tetapi kebijakan ini tidak begitu mendapat respon positif karena adanya aspek sosial budaya masyarakat indonesia yang diabaikan bahkan kebijakan ini cenderung salah sasaran.
Sumber:
http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/19/21254216/sosialisasi.konversi.minyak.tanah.kurang.populer
http://wsmulyana.wordpress.com/2009/01/25/teori-difusi-inovasi/
Efendi, Onong Uchjana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Cet.2.Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. 2000
- keuntungan relative (relative advantage), dimana inovasi memberi keuntungan lebih dari inovasi sebelumnya
- Kesesuaian (compatibility), dimana inovasi memiliki kesesuaian dengan nilai-niali yang berlaku
- Kerumitan (complexity), dimana inovasi dirasakan sukar untuk dimengerti atau dipergunakan
- Kemungkinan dicoba (trialability), dimana inovasi dapat dieksperimentasikan pada landasan yang terbatas
- Kemungkinan diamati (observability), dimana inovasi dapat disaksikan oleh orang lain.
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah (change agents).
Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:
1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi
2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik
3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
Secara sederhana, teori ini diterapkan dalam kegiatan pelaksanaan kebijakan baru seperti konversi minyak tanah ke gas. Pemerintah sangat aktif mensosialisasikan betapa bermanfaatnya peralihan penggunaan bahan bakar ini bahkan menyediakan tabung gas berukuran 3,5 kg dengan harga terjangkau. Akan tetapi kebijakan ini tidak begitu mendapat respon positif karena adanya aspek sosial budaya masyarakat indonesia yang diabaikan bahkan kebijakan ini cenderung salah sasaran.
Sumber:
http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/19/21254216/sosialisasi.konversi.minyak.tanah.kurang.populer
http://wsmulyana.wordpress.com/2009/01/25/teori-difusi-inovasi/
Efendi, Onong Uchjana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Cet.2.Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. 2000
http://reniekurniati.blogspot.com/2010/11/difusi-inovasi.html
http://whatzab.blogspot.com/2009/10/model-difusi-inovasi-diffusion-of.html
M. Rogers,
Everett. 1983. Diffusion Of Innovations. New York: The Free Press
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/pgsd4411/M1/Model.htm
0 komentar:
Posting Komentar